Aceh, Juni 2025 – Konflik antara manusia dan satwa liar kembali mencuat di Provinsi Aceh. Sebanyak 14 kabupaten/kota di Aceh di laporkan mengalami gangguan dari gajah liar yang memasuki area permukiman, perkebunan, dan lahan pertanian warga. Kejadian ini tidak hanya merusak tanaman dan rumah, tetapi juga menciptakan rasa takut dan trauma berkepanjangan bagi masyarakat setempat.
📍 Daerah Rawan Konflik Gajah
Data dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh menyebutkan bahwa gangguan gajah liar paling sering terjadi di wilayah:
-
Aceh Timur
-
Aceh Tamiang
-
Aceh Utara
-
Bener Meriah
-
Pidie Jaya
-
Pidie
-
Aceh Jaya
-
Aceh Selatan
-
Subulussalam
-
Aceh Barat
-
Nagan Raya
-
Aceh Barat Daya
-
Gayo Lues
-
Aceh Besar
Sebagian besar wilayah ini berada di dekat kawasan hutan atau koridor habitat gajah Sumatra.
⚠️ Dampak yang Di rasakan Warga
Serangan gajah liar menyebabkan:
-
Kerusakan ladang dan sawah milik warga
-
Penghancuran rumah dan fasilitas umum
-
Ketakutan dan kepanikan masyarakat, khususnya anak-anak
-
Gangguan ekonomi karena hasil panen gagal
Warga di beberapa desa bahkan harus mengungsi sementara atau berjaga malam untuk melindungi ladang mereka dari serangan gajah.
🧭 Penyebab Konflik
Konflik ini di picu oleh beberapa faktor:
-
Alih fungsi hutan menjadi kebun sawit dan pemukiman
-
Perambahan hutan secara ilegal
-
Terputusnya jalur migrasi gajah akibat pembangunan jalan dan industri
-
Minimnya pengamanan dan pencegahan konflik di tingkat desa
🧠 Solusi Harus Nyata, Bukan Sekadar Wacana
Para aktivis lingkungan dan akademisi menekankan bahwa pendekatan jangka panjang harus segera di terapkan. Beberapa solusi nyata yang di sarankan antara lain:
-
Pembangunan koridor satwa liar untuk jalur migrasi gajah
-
Pemasangan pagar listrik ramah lingkungan di kawasan rawan
-
Pelatihan mitigasi konflik berbasis masyarakat
-
Rehabilitasi hutan dan kawasan penyangga
-
Teknologi pendeteksi dini seperti drone dan sensor suara
Selain itu, di perlukan kerja sama antarinstansi – baik pemerintah daerah, BKSDA, TNI/Polri, hingga LSM dan masyarakat adat.
🗣️ Suara dari Lapangan
“Kami tidak menolak keberadaan gajah, tapi kami juga ingin hidup tenang,” ujar Rasyid, warga Aceh Timur yang lahannya rusak untuk ketiga kalinya tahun ini.
“Gajah bukan binatang jahat, mereka hanya kehilangan habitatnya. Manusia juga punya tanggung jawab atas apa yang terjadi,” kata Nurul, aktivis lingkungan dari LSM Flora Fauna Indonesia.
Aceh kini berada dalam situasi darurat konflik manusia dan gajah. Jika tidak segera di tangani dengan solusi konkret dan berkelanjutan, konflik ini akan terus menimbulkan kerugian besar – bagi manusia maupun satwa liar yang di lindungi. Butuh komitmen kuat dari semua pihak untuk menciptakan ruang hidup yang adil bagi manusia dan alam.